Selasa, 01 Februari 2011

Uts
View more presentations from renaraint.

Problema Pembelajaran Pendidikan Multikultural


Sesudah mengetahui problema kemasyarakatan dan problema penyakit budaya yang harus diatasi dengan pendidikan multicultural, ternyata penggunaan budaya lokal( etnis ) dalam Pembelajaran Berbasis Budaya tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen pembelajaran, sejak persiapan awal dan pelaksanaannya.

Beberapa permasalahan awal Pembelajaran Berbasis Budaya pada tahap persiapan awal, antara lain:

  1. Guru kurang mengenal budayanya sendiri, baik budaya lokal maupun budaya peserta didik.
  2. Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didik, terutama dalam mata pelajaran yang akan diajarkan.
  3. Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing- masing dalam konteks pengalaman belajar yang diperoleh.

Pada kenyataannya dari keberagaman budaya Indonesia dapat menimbulkan masalah dalam proses pembelajaran, terutama dalam kelas yang budaya etnis peserta didiknya sangat beragam, antara lain:

1.)   Masalah “seleksi dan integrasi isi” ( content selection and integration ) mata pelajaran:

-          Sejauh mana guru mampu memilih aspek dan unsur budaya yang relevan dengan isi dan topic mata pelajaran.

-          Sejauh mana guru dapat mengintegrasikan budaya lokal dalam mata pelajaran yang diajarkan, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi pesertadidik.

2.)  Masalah “proses mengkonstruksikan pengetahuan” ( the knowledge construction process )

-          Aspek budaya manakah yang dapat dipilih sehingga dapat membantu peserta didik memahami konsep secara lebih tepat.

-          Bagaimana guru dapat menggunakan frame of reference dari budaya tertentu dan mengembangkannya secara ilmiah.

-          Bagaimana guru tidak ragu dalam mengembangkannya. Misalnya, kincir air sebagaibudaya lokal dapat dipakai untuk menjelaskan PLTA.

3.)  Masalah “mengurangi prasangka” ( prejudice reduction )

-          Bagaimana agar peserta didik yang belum mengenal budaya yang dijadikan media pembelajaran menjadi tidak berprasangka bahwa guru cenderung mengutamakan unsur budaya kelompok tertentu. Dalam perlakuan itu muncul masalah kesetaraan status budaya peserta didik yang budayanya jarang dijadikan media pembelajaran.

-          Bagaimana agar guru dapat mengusahakan kerjasama dan pengertian bahwa strategi pemakaian budaya tertentu bukan merupakan kompetisi, melainkan sebuah kebersamaan.    



4.)  Masalah “kesetaraan pedagogy” ( equity paedagogy )  

Masalah ini muncul jika guru terlalu banyak memakai budaya etnis atau kelompok tertentu. Untuk dapat melaksanakan kesetaraan pedagogy guru harus mencari tahu dari tokoh.

Misal:

-          Sastra Hikayat Rakyat dengan tema durhaka, seperti Malin Kundang( Minangkabau ), Tangkuban Perahu( Sunda ), Loro Jonggrang( Yogyakarta )

-          Seni Teater, seperti Ludruk( Jawa Timur ), Wayang Wong( Jawa Tengah ),  Lenong( Betawi )

-          Tokoh Pahlawan, seperti Dewi Sartika( Sunda ), Kartini( Jawa Tengah ), Cut Nyak Dien( Aceh )

-           

PENGAMALAN PANCASILA

Sila Pertama,
KeTuhanan Yang Maha Esa

Bangsa Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.






Gambar diatas merupakan salah satu contoh dari sila pertama. Kejadian tersebut terjadi pada tangga 10 September 2010 di Dusun Karangwatu, Desa Pucungrejo, Kec. Muntilan, Magelang. Setiap agama pasti mempunyai cara ibadah sendiri- sendiri, seperti halnya agama Islam. Sebagai umat  Islam kita diwajibkan untuk melaksanakan ibadah sholat, baik sholat wajib ataupun sholat sunah.

Sila Kedua,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila ini mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia sederajad, maka Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.




Gambar diatas merupakan contoh dari sila kedua. Itu terjadi pada tanggal 29 Oktober 2010 di SMA NEGERI 1 MUNTILAN. Hari itu para siswa bersama-sama melakukan kerja bakti penghijauan dengan setiap siswa menanam 1 pohon. Kegiatan tersebut dapat memupuk rasa kebersamaan.


Sila Ketiga,
Persatuan Indonesia

Dalam sila ini manusia mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.dan mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.


Ganbar diatas merupakan contoh dari sila ketiga. Pada tanggal 14 Oktober 2010 di SMA NEGERI 1 DUKUN, sedang diadakan kegiatan pramuka. Dengan kegiatan pramuka tersebut dapat memupuk rasa persatuan dalam diri masing- masing siswa.


Sila Keempat,
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah, dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah serta kepercayaan diberikan kepada wakil- wakil yang dapat dipercaya.


 
Gambar diatas merupakan contoh sila keempat. Pada tanggal 10 Oktober 2010 di Dusun Karangwatu, Desa Pucungrejo, Muntilan, telah diadakan PILKADUS atau Pemilihan Kepala Dusun. Dalam pilkadus tersebut semua masyarakat desa ikut dilibatkaan dalam pemungutan suara. Pemungutan suara dilakukan dengan musyawarah, sehingga setiap orang bebas dalam memberikan dukungannya.


 Sila Kelima,
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

 Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan, mengembangkan sikap adil terhadap sesame, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama serta suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.



Gambar diatas merupakan contoh sila kelima. Kegiatan tersebut terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010 di Kantor PMI Cabang Kabupaten Magelang, dimana para relawan PMI sedang memasak di dapur umum untuk kegiatan sosial membantu para pengungsi korban bencana Gunung Merapi.